Bone, Kabarpojok - Dua remaja warga Kelurahan Panyula, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone, AAAM (18) dan AR alias U (23), menjalani sidang perdana pada Senin (06/10/2025), atas dugaan pencurian 12 karung beras bantuan seberat 10 kilogram per karung, dengan nilai kerugian sekitar Rp900.000,-.
Keduanya didakwa melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP, dengan pelapor yang tak lain adalah Lurah Panyula, tempat kejadian berlangsung. Sidang perdana di Pengadilan Negeri Watampone siang tadi mengagendakan pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi pelapor, dan akan berlanjut besok (7/10/2025) untuk pemeriksaan terdakwa.
Kasus ini menarik perhatian publik, bukan hanya karena nilai kerugian yang relatif kecil, tetapi juga karena kedua terdakwa telah memohon maaf dan memperoleh pernyataan maaf tertulis dari pelapor, meski pada akhirnya pelapor tetap meminta agar proses hukum dilanjutkan dan tidak menempuh jalur restorative justice (RJ).
Kedua terdakwa kini mendapat pendampingan hukum secara pro bono dari Kantor Hukum Pawero (KHP), dengan tim yang terdiri atas Umar Azmar MF, M.H.; Muhammad Iqbal Azis, S.H., M.H.; Andi Muh. Iqbal Rimar, S.H.; Yusrang, S.H., M.H., CLA., CTL.; dan Muhammad Ashar Abdullah, S.H., M.Hli.
Direktur Kantor Hukum Pawero, Umar Azmar MF, M.H., menyampaikan bahwa pihaknya menghormati sepenuhnya langkah hukum yang ditempuh pelapor dan aparat penegak hukum, namun menyayangkan tidak dipilihnya mekanisme restorative justice yang sejatinya membuka ruang penyelesaian yang lebih mendidik dan berperikemanusiaan.
“Kami menghargai setiap keputusan dalam proses hukum ini. Namun, hukum yang baik tidak hanya memberikan kepastian, tapi juga memberi ruang bagi rasa kemanusiaan untuk bekerja,” ujar Umar Azmar.
Lebih lanjut menuturkan, dalam konteks sosial masyarakat Bugis yang menjunjung tinggi pesse—rasa empati dan kepedulian terhadap sesama—, penerapan hukum yang berimbang antara keadilan dan kemanusiaan selalu dipandang sebagai jalan yang lebih mulia.
Sambung Umar Azmar, KHP menegaskan bahwa pendampingan ini bukan untuk meniadakan hukum, melainkan untuk memastikan hukum berjalan dengan kepastian, manfaat, dan keadilan, sehingga penegakan hukum tetap memiliki hati nurani dan nilai kemasyarakatan yang hidup di tengah rakyat.